Allah Subhanahu Wa Ta’ala mensucikan hati dan jiwa Muhammad
Shallallahu 'alaihi wa sallam. Setiap kali habis bekalnya, beliau kembali kepada
keluarganya untuk mempersiapkan bekal baru. Hati Muhammad Shallallahu 'alaihi wa
sallam betul-betul dalam keadaan bergantung hanya kepada Rabb-nya. Beliau
beribadah dengan apa yang diketahuinya di masa jahiliyah yang kosong dari
ilmu.
Ketika mencapai usia sempurna 40 tahun, Muhammad Shallallahu
'alaihi wa sallam telah matang kedewasaan dan pemikirannya serta pantas untuk
menerima penugasan yang agung. Allah pun mengutus salah satu ciptaan-Nya, yakni
Jibril , yang kemudian menampakkan diri kepada beliau Shallallahu 'alaihi wa
sallam. Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam melihat pemandangan yang
menakutkan dan menggelisahkan. Betapa tidak, karena belum ada kejadian apapun
sebelumnya kecuali mimpi yang dilihat dalam tidurnya. Dan tidak ada mimpi yang
dilihat kecuali seperti cahaya subuh.
Kemudian Allah Subhanahu Wa Ta’ala
memuliakan Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan “Nubuwwah”. Datanglah
Jibril tatkala beliau sedang berada di Gua Hira, dan berkata: “Bacalah!”
Beliau menjawab, “Saya tidak bisa membaca!” Lalu Jibril mendekap dan
menyelubungi beliau sambil mengatakan; “Bacalah!” Demikian berulang-ulang,
hingga akhirnya beliau mengikuti apa yang dibaca Jibril, yaitu lima ayat pertama
Surat Al-Alaq.
Kemudian Muhammad pulang dengan hati yang gelisah
ketakutan dan berkata kepada Khadijah, “Selimuti aku!” Khadijah menyelimuti
Muhammad sampai hilang takutnya.
Setelah itu Muhammad berkata kepada
Khadijah: “Apa yang terjadi pada diriku?”
Khadijah menenangkan hati suaminya
tercinta, “Gembiralah! Demi Allah, Dia tidak akan menghinakanmu selamanya.
Engkau orang yang suka menyambung hubungan silaturahmi, menjamu para tamu,
berbicara jujur, membantu orang yang lemah, orang tidak punya dan yang terkena
musibah.”
Dengan kalimat ini, Khadijah bermaksud menegaskan bahwa orang
yang memiliki sifat seperti ini justru akan mengundang datangnya nikmat-nikmat
dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang lebih besar lagi. Dan ini merupakan taufik
dari Allah kepada Khadijah dan kepada Nabi-Nya, sekaligus meringankan
kegelisahan yang menerpa beliau.
Khadijah kemudian membawa Muhammad
Shallallahu 'alaihi wa sallam menemui Waraqah bin Naufal, anak pamannya (sepupu
Khadijah), seorang pemeluk agama Nasrani di masa Jahiliyah, seorang yang sudah
tua renta dan buta. Dia biasa menerjemahkan Injil ke dalam bahasa
Arab.
Khadijah berkata: “Wahai anak pamanku, dengarkan penuturan Muhammad
ini!”
Kata Waraqah, “Ada apa, wahai anak saudaraku?” Lalu Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam menceritakan apa yang dilihatnya.
Serta
merta Waraqah berseru, “Ini adalah Namus Al-Akbar (Jibril), yang pernah datang
kepada Musa. Duhai, seandainya aku hidup ketika itu, tatkala kaummu mengusirmu.”
“Apakah kaumku akan mengusirku?” tanya Muhammad.
“Ya,” kata Waraqah.
“Tidak satu pun yang membawa seperti yang kau bawa melainkan pasti dimusuhi,”
lanjutnya.
“Dan seandainya aku mendapatkan hari-hari yang akan kau lalui
itu, aku pasti membelamu dengan pembelaan yang sesungguhnya,” kata Waraqah
kemudian.
Tak lama berselang, Waraqah meninggal dunia. Bersamaan dengan
itu berhenti pula wahyu, hingga Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sangat
berduka. Sering beliau mendaki puncak-puncak gunung saking sedihnya. Suatu kali,
ketika beliau berada di puncak sebuah bukit, muncullah Jibril seraya menyatakan,
“Hai Muhammad, sungguh engkau betul-betul Rasulullah (utusan Allah).”
Maka agak reda kegelisahan beliau. Mendengar hal itu beliau
pulang.
Begitulah terjadi beberapa kali. Dan dengan lima ayat seperti
surat Al-‘Alaq tersebut, jelaslah penobatan beliau sebagai Nabi. Kemudian
wahyu terhenti beberapa saat. Suatu ketika beliau melihat Jibril dalam bentuk
aslinya. Peristiwa ini membuat Muhammad ketakutan, sehingga beliau pulang ke
Khadijah dan minta diselimuti. Ketika itulah turun ayat 1-5 Surat
Al-Mudatsir:
“Hai orang yang berselimut, bangunlah lalu beri
peringatan. Dan Tuhanmu agungkanlah. Dan pakaianmu bersihkanlah. Dan perbuatan
dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah.”
Di dalam ayat ini
terkandung perintah agar beliau berdakwah dan memberikan peringatan. Maka beliau
pun menyingsingkan lengan baju, memompa semangat dan tekadnya untuk berdakwah
padahal beliau sadar pasti akan mendapat tantangan. Namun, Allah Subhanahu Wa
Ta’ala pun pasti membela dan memantapkan kedudukan beliau.
Dan setelah
itu, beliau pun mulai berdakwah dengan sembunyi-sembunyi mengajak manusia untuk
menyerahkan segenap peribadatan (doa, tawakal, sembelihan, dan sebagainya) hanya
untuk Allah Subhanahu Wa Ta’ala satu-satunya.
10 comments
Write commentsbagus artikelnya :)
Replyartikelnya religius banget, saya suka ;)
Replykalau sekarang sembunyi atau terang-terangan mas dakwahnya.
Replyprikitiew,,.... :D
Replywah asik donk mb dwi ... ;)
Replyskrg terang-terangan tapi msh bnyak yg berpaling padahl dah tw ... dulu biarpun sembunyi2, tapi sekali tw lngsung meyakininya ... :D
ReplyArtikelnya islami sekali ya :)
ReplySemoga makin berkah ^^
Mendalam nih pengertiannya
Replysemoga kita bisa mencontoh Beliau Nabi Muhammad SAW ya mas, yang tetap bangun dan menyingsingkan lengan baju untuk berdakwah walau awalnya diselimuti rasa takut
ReplyMakasih sob atas siraman rohaninya, Salam dari kami
ReplyEmoticonEmoticon